Tentang Kopi

tips membuat wedang teh (tea) dan kopi (coffee)

kami berdua

walimatul 'ursy timur tengah

Cinta Suci

Ingin kukatakan arti cinta kepadamu, Dinda.

berawal dari taaruf

Sore senja jingga menupuk tangan Indah nampak elok menyebar cakrawala bumi yang luas

Arkan Dian Husnayan

Mujahid Kecil Kami

Sunday, November 23, 2008

HIDUP ITU … (Part 2)


“Hidup itu sawang-sinawang. Kita sering melihat kelebihan orang lain. Rumput tetangga pasti terlihat lebih ijo royo-royo. Karenanya, lebih baik kita melihat diri kita sendiri.”

Kali ini saya menyadur bahasa yang digunakan oleh seorang dosen muda yang kini kuliah di Austalia. Saya takjub, dengan kesederhanaannya dalam keseharian. Terlebih ketika mencoba memahami bagaimana beliau memandang kehidupan. Meski tidak dekat, saya banyak mendengar kisah beliau dari teman-teman kuliah. Sikapnya yang tidak neko-neko, apa adanya, ringan tangan, dan terbuka pada setiap orang menjadikan figur beliau begitu dihormati. Beliau punya kharisma yang memikat. Kharisma itu melekat dan semakin mempesona karena kesederhanaannya.

Malam ini, saya teringat kembali kata-kata yang pernah diucapkannya,
“Hidup itu sawang-sinawang. Kita sering melihat kelebihan orang lain. Rumput tetangga pasti terlihat lebih ijo royo-royo. Karenanya, lebih baik kita melihat diri kita sendiri.”

Kalau mau jujur terhadap diri sendiri, kita akan mengakui bahwa terkadang kita sering melihat kelebihan orang lain dan membandingkan dengan diri kita. Hal itu tentu sah-sah saja kita lakukan. Tidak ada yang salah. Ya! Tidak ada yang salah, asalkan kita melakukannya untuk memotivasi diri kita agar menjadi lebih baik. Bukan justru menjadikan kita minder dengan kelemahan kita.

Sungguh, sebagian besar dari kita seringkali tidak adil terhadap diri sendiri. Seringkali kita terkungkung dengan kelemahan yang kita miliki. Bahkan, ada yang terpuruk karena sebuah kegagalan yang dialami. Padahal, bukankah tidak ada yang salah dengan kegagalan selama kita bisa mengambil hikmah dan belajar agar tidak terulang kembali? Berapa banyak kesuksesan yang berawal dari kegagalan demi kegagalan?

“…Sesungguhnya Allah tidak mengubah suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…” (Ar-Ra’ad : 11)

Sungguh (sangat) tidak arif ketika kita hanya melihat kesuksesan orang lain tanpa mau melihat prosesnya. Bukankah secara sunatullah, tidak akan ada hasil yang optimal tanpa diiringi usaha yang sungguh-sungguh? Tidak ada yang sia-sia dari kesungguhan yang kita bangun, meskipun hasil yang akan kita dapat tidak selalu seperti yang kita harapkan. Jika ikhtiar kita beriringan dengan tawakkal, maka kita tidak akan kecewa terhadap apapun hasil yang kita peroleh. Yang terpenting adalah berusaha, dan Allah-lah yang berhak memutuskan.

Ada kata-kata menarik yang dihadiahkan seorang adik via SMS,
“Ketika satu pintu tertutup, pintu kebahagiaan yang lain akan terbuka. Tetapi, seringnya kita hanya terpaku pada pintu tertutup, sehingga kita tidak melihat pintu lain yang dibukakan untuk kita.”

Jika kita (juga) sepakat bahwa hidup itu sawang-sinawang, ada baiknya terlebih dulu kita berkaca pada diri. Lihatlah, kita pun punya kelebihan di samping kelemahan. Oleh karena itu, jangan silau dengan kelebihan orang lain jika itu hanya membuat kita nelangsa. Namun, jadikanlah setiap kelebihan orang lain yang kita lihat dengan kacamata positif. Setidaknya, kita akan terpacu untuk berusaha memilikinya. Dan, bila ternyata tidak bisa, kita masih punya kelebihan yang tidak kalah memukau. Kelebihan yang menjadikan kita mulia sebagai hamba. Bukan kelebihan yang menerbitkan kesombongan, meskipun hanya dalam riak-riak hati kita.

Akhirnya, selamat menikmati hijaunya rumput tetangga…!

Lalung Permai, 22 November 2008 : 21:42
Dalam rangka memotivasi diri, harapan ’itu’ masih ada
: berfastabiqul khairat, yuk Bi!..ya Abiyasa.. Jangan lupa saling mengingatkan :)


Friday, November 21, 2008

HIDUP ITU…(Part 1)


Hidup itu adalah pilihan. Pilihan untuk memilih dan tidak memilih, serta kesiapan kita untuk istiqomah terhadap keputusan yang telah kita pilih.
Begitulah kurang lebih kata-kata dari seorang ustadz yang saya dengar melalui seorang sahabat. Sahabat saya memutuskan untuk memberikan sebuah jawaban setelah hampir satu bulan menerima sebuah tawaran. Ragu, ia pun menimbang kembali dua opsi yang harus dipilih. Sampai akhirnya, ia pun berterus terang bahwa ia belum mantap memasuki gerbang pernikahan.

Saya pun tercenung…

Apa yang kurang darinya? Usia sudah cukup matang, sudah lulus kuliah (tidak seperti saya, semoga segera menyusul: amin), secara finansial ia pun sudah cukup mandiri. (Dalam hati) saya menyayangkan, keputusannya. Saya tahu, calon yang akan dikenalkan padanya adalah seorang laki-laki yang shalih. Dan saya juga tahu, ketika masih duduk di bangku kuliah, ia sudah punya keinginan untuk segera menggenapkan separuh diennya. Bahkan, keinginan waktu itu begitu menggebu.

Ingin memantapkan karier dulu.
Ia pun berdalih. Rupanya seiring dengan berjalannya waktu, keinginan yang pernah meluap-luap itu redam dengan sendirinya.

Retoris ia pun bertanya kepada saya via SMS, “Kau pernah mengatakan bahwa menikah itu ibadah dan tidak ada itsar dalam ibadah. Tapi, salahkah aku, jika masih menikmati kesendirianku?. Salahkah aku ketika ingin melihat kakak perempuanku menikah terlebih dulu, adikku kuliah, dan seorang sahabatku wisuda?
Saya sengaja tidak membalas SMSnya. Bukankah pertanyaan itu lebih ditujukan untuk dirinya sendiri? Bukankah ia lebih tahu jawabannya daripada saya?

Beberapa hari kemudian, ketika saya bertemu dengannya, saya mengatakan pendapat saya. Saya katakan bahwa apapun keputusan yang telah dia ambil, semoga adalah yang terbaik. Bagaimanapun, mengambil keputusan dalam menggenapkan setengah dien tidak boleh diawali dengan sebuah keraguan. Saya menghormati, apapun keputusannya. Saya berdoa, semoga Allah memberikan yang terbaik kepadanya dan memberikan keberkahan dalam hari-harinya.

Hidup itu adalah pilihan. Pilihan untuk memilih dan tidak memilih, serta kesiapan kita untuk istiqomah terhadap keputusan yang telah kita pilih.
Saya pun merenung. Secara tidak langsung, saya seperti diingatkan untuk menjadi pribadi yang bertanggungjawab. Ya! Bertanggung jawab dengan segala pilihan yang telah saya ambil. Bertanggungjawab menghadapi segala konsekuensinya. Apapun itu…

Lalung Permai, 21 November 2008:14.49
: warna apa yang telah, sedang, dan akan kau pilih?

Wednesday, November 19, 2008

SUNGGUH, INI ADALAH KASIH SAYANG ALLAH…


Kuterbujur di pembaringan
Tiada daya dalam dekapan
Merenungi dan menghayati karunia dari Ilahi
tentang arti kesehatan hakiki
*



Malam ini tak seperti biasa.
Saya terjaga dalam resah. Mencoba menenggelamkan diri pada tazkiyatun nafs, dan saya kembali menemukan begitu tiada berhingga kasih sayang Allah pada kami. Pun, kini, ketika Allah memberi karunia berupa sakit pada suami tercinta. Saya yakin bahwa ini adalah bentuk kasih sayang Allah.

Dua kenikmatan yang manusia sering lalai terhadapnya adalah nikmat sehat dan waktu luang.
Hadist yang telah begitu sering dibisikkan di telinga, mau tak mau menjadi pemantik untuk mengulang rasa syukur kepada-Nya. Ketika suami sakit, saya merasa Allah menampar kami dengan begitu lembut. Begitu lembut, hingga sakit itu menjelma menjadi kesempatan untuk menggugurkan sebagian dosa.

Ya! Bagaimanapun, akan tersingkap betapa banyak kealpaan kami selama ini. Apa saja yang telah kami lakukan dengan nikmat sehat yang telah diberikan sebelum ini? Kemaksiatan apa yang telah kami lakukan? Kesombongan apa yang telah hinggap dan menjadikan kami lalai? Akan terbukti pula seberapa sabar kami menghadapinya. Dan, betapa indahnya ketika kami bisa melewatinya dengan sabar.

Jika malam tlah tiba
cobalah keluar…
Hitung dan rasakan
bintang yang banyak itu bersinar di langit
Sebanyak itulah aku bersyukur telah mengenalmu saat ini..
I love u…
**


Lalung permai, 19 November 2008 : 23.02
Syafakallah, mujahid-Q
: semoga Allah menjadikan syukur dan sabar sebagai akhlaq kita.


*Petikan nasyid Suara Persaudaraan
** SMS seorang sahabat

Thursday, November 13, 2008

DI MASJID HATIKU TERKAIT

ADAKAH KAU LUPA?
Adakah kau lupa ... kita pernah berjaya
Adakah kau lupa... kita pernah berkuasa
Memayungi dua pertiga dunia...merentas benua melayar samudera
Keimanan juga ketaqwaan... rahsia mereka gapai kejayaan.. (AlarmMe)


Tono tertegun mendengar senandung dari winamp-nya. Adakah kau lupa? Entah mengapa akhir-akhir ini ia merasa terusik dengan senandung itu. Ya. Semua berawal ketika secara tidak sengaja ia menghitung jama’ah Shalat Subuh tadi pagi. Ternyata jama’ah shalat di masjid dekat kosnya itu tidak jauh berbeda dengan masjid-masjid yang pernah ia temui di pelosok kota maupun desa-desa. Shaff yang hanya terdiri dari satu dua baris, yang kadang tidak penuh, menjadi pemandangan yang sangat biasa. Bila keadaan terus begini, bilakah kejayaan Islam akan kembali? Retoris, mahasiswa semester enam itu bertanya pada dirinya sendiri.

Ternyata Tono tidak sendirian. Di pinggiran kota tempatnya menuntut ilmu, Arif juga merasakan hal yang sama. Pemuda itu merasa masjid di lingkungan tempat tinggalnya semakin sepi. Hanya anak-anak TPA yang meramaikan masjid. Itu pun hanya sore hari. Selebihnya hampir-hampir ia tak menemukan geliat anak-anak muda di dalamnya.



Dua frgamen di atas hanyalah sebagian kecil dari fenomena yang kerap kita temui hampir di pelosok negeri. Sangat ironis memang. Negeri kita yang mayoritas penduduknya muslim –bahkan terbesar di dunia- belum banyak yang tersadar untuk menjadikan masjid sebagai sentra dari segala aktivitas ummat. Para pemuda yang diharapkan menjadi agent of change masih banyak yang terlelap dalam buaian kehidupan dunia. Menjadi tugas kita bersama –terlebih mahasiswa muslim- untuk segera bangkit, mengajak kembali para generasi muda untuk kembali akrab dengan masjid. Mengapa pemuda yang kita ajak? Mengapa harus kembali ke masjid?

Ustadz Badawi, usai kajian di sebuah kampus memberikan penjelasan kepada redaksi, bahwa ketika seseorang berstatus sebagai pemuda, sesungguhnya ia berada dalam fase-fase yang optimal atau momental untuk membentuk masa depan. Sehingga apabila mencapai usia empat puluh tahun ia telah siap untuk menerima beban selanjutnya. Rasulullah Saw. pun mengemban risalah kenabiannya pada usia empat puluh tahun.

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri". (Al-Ahqaaf:15)

Pencerahan terhadap pemahaman Islam secara komprehensif sangat diperlukan dalam menumbuhkan kesadaran dari masing-masing pribadi muslim untuk kembali kepada Islam secara kaffah, tanpa paksaan sedikit pun. Simbol-simbol kebaikan ada di masjid. Dari situlah kita mulai dan di situlah hendaknya kita –pemuda- kembali.


PEMUDA DAN MASJID

Ustadz Mahmud Mahfudz, dalam acara Malam Bina Ruhiyah (mabiru) di Masjid Nurul Huda UNS pada tanggal 20 Februari 2008, menyebutkan beberapa urgensi mengapa kita harus akrab dengan masjid. Salah satunya adalah pemuda yang hatinya terikat pada masjid akan mendapat perlindungan Allah pada hari yang tiada perlindungan kecuali perlindungan-Nya. Sebagaimana tertuang dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim,

Berkata Abu Hurairah ra. : bahwa Nabi saw telah bersabda: "Ada tujuh kelompok yang akan mendapat perlindungan Allah pada hari yang tiada perlindungan kecuali perlindungan-Nya. Mereka adalah 1). pemimpin yang adil, 2). anak muda yang senantiasa beribadah kepada Allah Azza wa Jalla, 3). seseorang yang hatinya senantiasa dipertautkan dengan masjid, 4).dua orang yang saling mencintai karena Allah, yakni keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah, 5). seorang laki-laki yang ketika dirayu oleh seorang wanita bangsawan lagi rupawan lalu ia menjawab: "Sungguh aku takut kepada Allah", 6).seseorang yang mengeluarkan shadaqah lantas di-sembunyikannya sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diperbuat tangan kanannya, 7). dan seseorang yang berzikir kepada Allah di tempat yang sunyi kemudian ia mencucurkan air mata".

Kalimat “seseorang yang hatinya senantiasa dipertautkan dengan masjid” mempunyai dua pengertian. Yang pertama adalah seseorang yang kapan dan di manapun berada selalu ingin memakmurkan tempat ibadah. Yang kedua adalah seseorang yang tidak pernah melalaikan ibadah di tengah kesibukan apapun yang dijalaninya.


INILAH HAKEKAT MASJID, WAHAI PEMUDA !!

Tahukah Anda, kata masjid terulang sebanyak dua puluh delapan kali di dalam Al-Quran? Dari segi bahasa, kata tersebut terambil dari akar kata sajada-sujud, yang berarti patuh, taat, serta tunduk dengan penuh hormat dan takzim. Meletakkan dahi, kedua tangan, lutut, dan kaki ke bumi, yang kemudian dinamai sujud oleh syariat. Itulah sebabnya bangunan yang dikhususkan untuk melaksanakan shalat dinamakan masjid, yang artinya “tempat bersujud”.

Dalam pengertian sehari-hari, masjid merupakan bangunan tempat shalat kaum muslimin. Tetapi, karena akar katanya mengandung makna tunduk dan patuh, hakekat masjid adalah tempat melakukan segala aktivitas kepatuhan kepada ALLAH semata.
“Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (Q.S Al-Jin:18)


MARI MAKMURKAN MASJID…

“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan salat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (At-Taubah: 18)

Dari ayat di atas terlihat jelas korelasi yang sangat erat antara keimanan dan kemakmuran masjid. Ciri utama orang yang memakmurkan masjid adalah orang yang beriman kepada ALLAH dan hari akhir.

Ketika berhijrah ke Madinah, pertama yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. adalah mendirikan sebuah masjid (Masjid Quba') untuk dijadikan tempat ibadah dan pusat kegiatan Islam. Menyusul kemudian Masjid Nabawi. Peristiwa tersebut mengisyaratkan betapa masjid merupakan sesuatu yang sangat penting sehingga Rasulullah Saw memberikan perhatian yang begitu besar. Pada masa itu masjid memiliki fungsi yang begitu besar. Selain sebagai sarana ibadah, masjid juga menjadi sarana tarbiyah (pendidikan), pembinaan ummat, pengikat ukhuwah, bahkan menjadi basis perjuangan ummat Islam.

Mengembalikan fungsi masjid sebagaimana mestinya –seperti masa Rasulullah Saw- adalah tugas kita bersama. Tidak mudah memang. Namun, setidaknya kita bisa berkontribusi dengan masing-masing potensi yang kita miliki. Bukankah ALLAH Swt menuntut setiap mukmin untuk memberikan kontribusi nyata dalam menegakkan dinul Islam? Dengan harta, ilmu, pemikiran dan tenaga yang kita miliki kita bisa turut berkontribusi. Tunggu apa lagi? Mari memulainya dengan memakmurkan masjid; menjadikannya sebagai sentra kegiatan ummat.

Dengan (terlebih dulu) Mempertautkan Hati Kita kepadanya…
Bagaimana mungkin kita bisa memakmurkan masjid, bila hati kita tak kunjung terikat dengannya? Ustadz Mahmud Mahfudz pernah menyampaikan beberapa kiat bagaimana kita mempertautkan hati dengan masjid, di antaranya:
1. Menyadari dampak positifnya
Orang yang hatinya terikat dengan masjid akan mendapatkan ketenangan jiwa, mendapat guyuran rahmat Allah, di kelilingi malaikat, dan disebut namanya dihadapan para malaikat Selain itu ia juga mampu melebur dosa, menggapai pahala, menambah ilmu pengetahuan, serta menguatkan persaudaraan dengan sesama muslim.
2. Melestarikan dzikir dan muraqobah baik di dalam masjid maupun di luar masjid
3. Mengikuti jejak langkah para salaf dalam mengakrabi masjid.
Kita bisa meneladani Abdullah bin Ummi Maktum yang tetap shalat berjamaah di masjid walaupun buta matanya dan tidak ada penuntun jalan baginya. Atau memotivasi diri dengan kisah Abu Hurairah yang mondok di masjid Nabawi sehingga hafal 5.374 hadits.


HINGGA CINTA MASJID BUKAN SEKEDAR KATA!

Kecintaan kita kepada masjid membuat hati kita terpaut kepadanya sejak kita keluar dari masjid hingga kembali lagi ke masjid. Dan ketika hati telah benar-benar terpaut, benih-benih cinta yang lain akan bersemi. Kita akan menjadi orang yang rela berkorban untuk masjid, tergerak untuk turut membersihkannya, rajin mendatanginya, menghormati dan tidak menyalahgunakan masjid. Masjid merupakan tempat yang harus kita cintai sebagaimana kita cinta pada rumah kita sendiri. Oleh karena itu, perhatian kita kepada masjid harus selalu kita tingkatkan dari waktu ke waktu agar masjid tidak lagi merana seperti yang sekarang banyak terjadi.

Wallahu’alam bishshawab. (fa, sumber ew & tyd)

dedicated 2 panitia renov masjid kampus eNHa tercinta

Wednesday, November 05, 2008

TIPS MENGETAHUI KEMURNIAAN BENSIN PREMIUM



Sebagian besar orang menggunakan bensin sebagai bahan bakar untuk transportasi. Buktinya, banyaknya orang yang telinganya merah akibat naiknya harga BBM khususnya bensin premium tersebut. Di sini sengaja membahas bensinnya premium bukan pertamax (hayo siapa yang pertamax..hehe) coz di sini blognya wong cilik..

Rugi berat jika kita menggunakan premium yang sudah terkontaminasi dengan zat lain atau partisi (halah pake bahasa apa tho) itu biasanya minyak tanah, solar, kerikil, batu bata, HP, air, (hehehehe)…Apalagi kalau belinya bensin premium di tukang eceran Mr. X, wah campur keringatnya dan gak 1 liter lagi (peace Mr. X), jan Kates (bhs jawanya pepaya) Jakarta alias payah..Huh..

Nah, ini tips cara mengetahui kadar bensin Premium tercampur dengan partisi lain yang dijual di Mr. X ato di SPBU atau pom bensin. Klo bensin tercampur kerikil, pasir apalagi kecampur batu bata ato truknya PERTAMINA jelas cetho mloho kan.. Cara ini tentunya yang terkontaminasinya bensin premium dengan minyak tanah atau sejenisnya yang tercampur secara homogen…

Saatnya serius..Ayo, mulai serius belajar Kimia, begini tips cara tahu bensin premium itu murni apa gak:

1. Siapkan sample bensinnya, ambil bensinnya klo bisa dari SPBU atau eceran jangan ambil dari sepeda motor atau dari mobil dengan sedeton apalagi pakai selang air..ntar ketelen lho..hehe..tapi pake pipet, biasanya dijual di apotek. Intinya bensinnya disiapkan ya pakai versinya blogger sendiri.

2. Wadahi tu bensin dengan wadah yang terbuat dari kaca jangan yang plastik nanti melarutkan plastiknya..panci juga boleh.hehehe..yang terpenting wadahnya gelas kaca, bersih and kering.

3. Biarkan beberapa hari atau beberapa jam di tempat terbuka supaya bensin itu menguap, tergantung volume bensinnya. Atau klo gak sabar ya panasin itu wadah dengan pemanas sedang saja mengingat bensin itu mudah menguap. Lebih bagusnya didiamkan saja sebentar ato beberapa jam. Lebih bagus lagi ditutup pakai alumunium foil terus dilubangin.

4. Nah, klo bensin sudah menguap. Amati dan telitilah (halah). Jika gak ada sisa diwadahnya berarti itu bensin murni. Klo ada sisanya berati ada campurannya. Jika campurannya minyak tanah atau tercampur solar maka akan terlihat karena titik didih bensin lebih rendah daripada minyak tanah atau solar. (paham gak ya?). ato lebih gampangnya bensin lebih menguap dari pada minyak tanah atau solar apalagi air.


Tips ini didasarkan pada teori dan prinsip destilasi minyak bumi, Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu.

Ini adalah tips yang sederhana jika lebih teliti lagi ya di laboratorium (seperti gambar di atas alatnya).

Semoga bermanfaat.