Tuesday, February 24, 2009

Siang ini di Songgolangit


~fathimatulazizah~

Masa sekolah dulu, jam istirahat adalah waktu yang ditunggu-tunggu. Meski sebentar, jeda waktu itu begitu menyenangkan. Pun masa di kampus dan di tempat kerja. Saya selalu merasa lega ketika ia hadir. Jeda yang tak lama adalah kesempatan untuk memompa energi dan mengembalikan semangat yang pupus oleh deraan jenuh.

Seperti kebiasaan yang telah berlaku satu tahun terakhir, siang ini, usai shalat dhuhur, saya menyempatkan diri untuk makan. Kali ini saya sendirian, hanya ditemani mujahid kecil yang masih dalam kandungan.

Saya menyengaja tidak naik motor meski langit terlihat begitu tak bersahabat. Saya ingin berjalan agak jauh karena sudah lama tidak pernah jalan-jalan pagi. Hitung-hitung riyadhoh-lah setelah setengah hari duduk di depan monitor. Saya ingin me-refresh isi kepala dengan hal-hal sederhana yang saya temui di sepanjang jalan raya Songgolangit.
Tujuan saya siang ini adalah warung sederhana yang menjual soto kwali yang murah meriah, menyesuaikan budget di tanggal tua. Lumayan jauh memang. Namun, tak apa. (Dulu) saya biasa menempuh jarak yang lebih jauh. Saya terbiasa jalan kaki dari depan kampus ke pesantren mahasiswa yang ada di belakang kampus.

Jarak warung yang hendak saya tuju tinggal beberapa meter. Tinggal menyebrang sudah sampai. Namun, entah mengapa akhirnya saya berhenti ketika tanpa sengaja melihat seorang ummahat yang sedang sibuk melayani pembeli tahu kupatnya. Saya pun memutuskan untuk makan siang di warungnya. Ini adalah kali kedua saya mengurungkan niat makan soto kwali, dan beralih ke tahu kupat. Entahlah, saya pun tak mengerti. Wajah dan penampilan sederhana ummahat itu telah membuat saya jatuh hati. Setidaknya, saya merasa lebih aman dengan makanan yang masuk ke perut. Insya Allah halal dan thoyyib.

Sambil menunggu tahu kupat dihidangkan, saya memperhatikan lagi ummahat itu. Gamis biru dongkernya dipadu dengan kerudung biru laut. Keduanya sudah mulai luntur. Saya memperkirakan usia pakaian yang dikenakannya itu sudah lebih dari sepuluh tahun. Saya membandingkan kerudung warisan bulik yang saya pakai sejak kelas satu SMU. Tidak sepudar itu warnanya. Padahal, saya memakainya lebih dari delapan tahun dan sebelumnya sudah dipakai bulik lebih dari satu tahun di masa kuliah. Ah, belum tentu dugaan saya tepat. Bisa jadi warna pakaiannya yang luntur itu karena sering dipakai dan dicuci. Ups..jadi ngelantur, nih.

Warung sudah sepi ketika tahu kupat yang saya pesan dihidangkan. Saya menikmatinya sambil sesekali melihat gerimis yang mulai berjatuhan. Dari seberang jalan, seorang laki-laki memesan minuman. Dengan segera ummahat itu membuat dan mengantarkannya ke seberang jalan. Kemudian, ia segera kembali untuk membuat pesanan laki-laki di seberang jalan selanjutnya.
“Lihatlah, bagaimana ia begitu menikmati pekerjaannya!” Saya jadi iri dibuatnya. Sungguh, saya menaruh hormat padanya. Saya takjub pada kegigihannya membantu suami dalam mencari nafkah. Gurat kelelahan memang terlihat pada wajahnya. Namun, ia tetap dengan cekatan melayani setiap pembeli di warungnya dengan sebentuk senyum sahaja. Ia adalah salah satu dari wanita tegar yang saya temui hari ini.

Saya jadi berfikir tentang masa depan. Apa yang bisa saya lakukan untuk membantu suami dalam menopang perekonomian keluarga kelak, saat satu demi satu mujahid kami –anak- lahir dan berkembang? Apa yang bisa saya lakukan dua bulan lagi ketika mujahid kecil pertama kami lahir, sedang saya belum lulus kuliah? Apa yang bisa saya lakukan di rumah ketika dihadapkan pada kewajiban ibu yang harus menyusui dan mendidiknya, sedang di saat yang sama saya ingin membantu suami dan menyelesaikan studi?

Sungguh, saya yakin sepenuhnya bahwa Allah yang menjamin rezeki anak-anak kelak. Tinggal bagaimana kami menjemputnya dengan baik agar apa yang masuk ke perut mereka adalah makan yang halal dan thoyyib, agar apa yang mengalir dalam darah mereka membawa keberkahan.
“Mbak, mboten keseso, tho? (Mbak, tidak terburu-buru, kan?)” Ummahat itu meninggalkan saya sendirian di warungnya.

Saya kembali terhenyak ketika ummahat itu berlari-lari kecil ke toko alumunium yang tepat berhadapan dengan warungnya. Wanita setengah baya itu memasukkan barang-barang yang dijajakan di luar karena gerimis menjelma menjadi hujan. Rupanya siempunya toko tidak ada. Subhanallah, dengan senang hati ia membantu tetangganya.
“Lihatlah bagaimana ummahat itu dengan senang hati melakukannya!” Sungguh, lagi-lagi saya harus belajar darinya. Ya! Belajar menjadi sebaik-baik manusia, bermanfaat bagi yang lain.

Lalung Permai, 23 Februari 2009, 23:02
Ya Allah, bimbing saya menjadi wanita yang baik di setiap sisi kehidupan: sebagai anak, istri, dan ibu yang shalihah, serta pribadi yang memberi kontribusi bagi agama dan masyarakat!

10 komentar:

  1. Subhanallah....
    jd iri...
    he...he...

    ReplyDelete
  2. iiihhhh.. seneng ya liat orang2 kaya' gitu.. semoga aku bisa kaya' gitu juga.. hm..

    mba', mba'fathim orangnya tenang.. adem.. calm gitu ya mba? abis tulisannya begitu, hehehe

    ReplyDelete
  3. kok jdnya mkn ketupat tahu ?

    Itulah salah satu rahasia Allah SWT. Kedatangan mba merupakan rezeki bg ummahat tsb, bukan bagi pedagang kwali. Allah SWT yang menggerakkan hati mb, yg berimbas pada rahasia Allah SWT selanjutnya, yaitu : Rezeki.

    ReplyDelete
  4. nah tuh khan. kalo maem diwarung gak ngajak gadis rantau. fikiranya jauh kedepan. suatu pikiran yg lom sekalipun terlintas di fikiran gadis. soal anak, soal membantu perekonomian keluarga, atau soal soal lain yang berhubungan dengan rumah tangga. tapi insyaallah setelah membaca ini, pikiran diri ini bisa "menyentuh" semua itu. jika tidak dari sekarang memikirkan itu, kapan lagi aku memikirkanya?apakah selamanya akan hidup sendirian saja?dan benar khan,kalo menikah itu sebagian dari ibadah.
    *nah,kok komentarku jadi panjang dan curhat sih?he..he..jadi malu deh gw.*mudah mudahan sih saat ini diriku sedang berbicara dengan mbak Betty. bukan mas abiyasa khan?

    ReplyDelete
  5. Subhanallah ... luar biasa ini kang Abi ga salah pilih istri insyaAllah ini istri yang solehah

    ReplyDelete
  6. memang banyak sekali hikmah di kehidupan kita bagi orang yang mau memkanai ya, mbak. senang sekali mulki membaca tulisan mbak ;D smgt!

    ReplyDelete
  7. duh senengnya mas dian punya istri kayak mbak fathimah ini. :))
    semoga apa yang dicitakan dapat terwujud ya mbak..mas :)

    ReplyDelete
  8. Insya Allah ... semuanya akan berjalan lancar.
    Tiap hari rezeki itu ditebarkan kedunia oleh Allah Swt ..tinggal kita aja berusaha dan berikhtiar untuk menjemputnya diwaktu dan tampat yang tepat ...jangan sampai kita jadi pengemis di pinggir hutan

    Salam

    ReplyDelete
  9. Segalanya berpulang kpd dr kita sendri. bgmna kita bisa menikmti dan mensyukuri segala nikmat yang Allah SWT karuniakan...

    Mampir Ngombe

    ReplyDelete